Selasa, 29 Januari 2008

1st Luv + True Luv = say good bye…

"Kamu tuh normal gak sih?" Tanya salah satu teman sekolahku dulu.


Sontak aku geli mendengar pertanyaan seperti itu. Aku tak menjawabnya. Buat apa, pikirku. Toh, tanpa kujawab, aku sudah tahu siapa diriku. Haruskah aku menjawab AKU NORMAL? Buatku itu tak penting.


Aku naik ke bangku SMU (dulu jamanku masih pakai huruf "U"). Pertanyaan senada sering kudapat. Terlebih saat itu, secara biologis, aku belum menjadi "wanita pada umumnya". Sifat cuekku dengan laki-laki. Seolah tak punya rasa tertarik dengan mereka, membuat kebanyakan temanku menanyakan hal itu. Bahkan, teman dekatku pernah bertanya, siapa sih cinta kamu?


Pff. Aku sempat gerah juga. inginku mengungkapkan siapa sejatinya diriku. Aku wanita normal. Aku juga punya rasa tertarik dengan mereka, kaum lelaki. Tapi, aku tak seperti orang lain. Betapa sulitnya menumbuhkan rasa cinta. Apalagi, ini yang paling mendasari kenapa aku bersikap demikian, aku kenal agama. Aku ingin selamat…


Namun, aku mulai berpikir kembali. Benarkah aku normal? Kenapa aku tak pernah punya rasa yang umumnya orang pernah rasakan?


Aku duduk di kelas 1.1…


Secara tak sengaja, aku mengamati gerak-gerik seseorang. Saat itu aku tertawa sendiri. He's like me. Sama cueknya denganku. Apalagi saat berhadapan dengan lawan jenis. Suka tidur. Gak pernah merhatiin guru. And always duduk di kursi pojok. Hm, gak beda jauh denganku…


Cawu III (catur wulan ketiga, dulu jamanku pas kelas satu masih belum semester), aku sudah menjadi wanita pada umumnya. Betapa malunya aku. Aku paling akhir seangkatanku.


"Kamu punya cinta ya?" seloroh teman-temanku kala itu.


Dalam hati aku marah. Cinta? Sama siapa? Gak ada tau'!


Aku duduk di kursi pojok yang dekat dengan pintu putri. Seseorang itu duduk di kursi pojok dekat pintu putra. Saat itu, aku menatap tajam ke arah dia yang sedang tidur. Tanganku mengepal. Dalam hati aku berujar, "Kamu harus tanggung jawab!"


Hihihi. Aku langsung terkekeh dalam hati. Tanggung jawab buat apa? Orang dia gak ngapa-ngapain aku? Huh, ada-ada saja.


Naik ke kelas dua. Aku sekelas dengan seseorang itu lagi.


Nasibku dengannya memang tak beda jauh. Saat itu dia dikeluarkan oleh guru matematika. Dia memang sepertiku, tak pernah merhatiin guru. Hal yang sama juga terjadi denganku. Aku hampir dikeluarkan dari kelas. Tapi, karena aku kurang tahu, kalau yang disuruh keluar itu adalah aku, aku tetap duduk di kelas. Beda denganku, aku mau memperbaiki kesalahanku. Aku berusaha untuk memperhatikan keterangan guru. Tidak dengannya. Hampir berminggu-minggu dia tak mengikuti pelajaran matematika. Pff... dia itu memang egois.


"Nih tak kasih kopian?" selembar kopian buram dikasihkan kepadaku. Nadanya cuek. Membuatku semakin penasaran dengan sosok dirinya.


Naik ke kelas tiga. Lagi-lagi aku sekelas dengannya.


Yach... dia itu memang aneh. Dia seperti tokoh dalam komik yang sering kubaca. Aneh. Cuek. dingin. (hm…. Apa ini karena aku keseringan membaca komik kala itu?)


Sebutan itu sebetulnya tak salah.


Pernah dia menuju ke mejaku. Saat itu dia meminjam tipe-X yang ada di mejaku.


Dengan dingin dia berkata, "Pinjem tipe-X ya?"


Dengan ketus aku menjawab, "Itu bukan tipe-X-ku. Tipe-X-nya vivi."


Dia tetap mengambil tipe-X itu. Dan berkata, "Vivi... pinjem tipe-X –nya ya..."


Aku terkesiap. Pasalnya, nada suaranya berubah menjadi lain. Tidak sedingin tadi. Huh, dasar orang aneh...


Contoh lain yang masihku ingat adalah…


"Nusa, kamu mau permen gak?"


orang aneh itu menawari nusa, teman sebangkuku, permen. Aku yang duduk di sebelah nusa, sama sekali tidak ditawari. Padahal, saat itu putri yang masih di kelas tinggal aku dan nusa (karena harus mengerjakan sesuatu).


Aku mulai bertanya. Kenapa dia seperti itu denganku? Seingatku dia tak pernah memanggilku dengan sebutan namaku. Dia selalu memanggilku... eh,... cah kuwi... aku heran. Apalagi dia selalu bernada cuek denganku. Padahal, dengan temanku lainnya, sepengamatanku tidak seperti itu. apakah dia membenciku? Sepertinya aku tak punya salah dengannya?


Aku memang seperti ini. Aku selalu cuek. Dengan siapapun dia. Apa itu sebagai bentuk balasan denganku? Ah, ini pasti hanya perasaanku saja.


Pff. Dasar orang aneh.


Aku bertanya ke salah satu putra yang duduk di depanku. Sepertinya dia lagi asyik bermain dengan orang aneh itu. Aku tak bertanya ke dia. Buatku, itu tak penting. Nanti bisa-bisa kepalanya gede…


"Lagi main watelo. Kamu mau diajarin gak? Sini gih. Tak ajarin…"


Entah orang aneh itu makan apa saat itu, tak dinyana dia yang dengan senyum berujar demikian. Aku tercenung. Tumben dia bisa senyum denganku, tanyaku dalam hati. Dasar orang aneh. Siapa juga yang nanya ke dia? Huh, menyebalkan…!!!


Adakah cinta da hatiku?


Jawabanku tetaplah sama. Tidak. Titik. Kalaupun aku bertemu dengan orang aneh yang membuat diriku secara tak sadar mengamatinya. Itu bukan cinta. Mencintai orang aneh seperti dia? Tak mungkin.


Menjelang hari perpisahan sekolah…


Tiba-tiba aku mulai menyadari. Ya. Sepertinya aku memang menaruh hati dengan orang aneh itu. aku memang tak pernah menemukan orang seaneh dia. Menurutku, dia tak seperti lainnya. Dia beda. Setahuku, dia tak pernah menebar pesonanya dengan kaum perempuan. Itu yang kusuka dari sosok seorang dirinya.


Alhamdulillah aku ingat Allah. Rasa cinta pasti ada pada tiap insan manusia. Tapi, seyogyanya, cinta itu kita batasi dengan agama.


Aku keukeuh dengan prinsipku. Aku harus selamat. Dalam tahajudku, aku berdo'a. Semoga setelah ini aku tak akan pernah bertemu dengannya lagi. Jauhkan dia dariku ya Allah..."


12 juni 2003. (hari perpisahan sekolah. Putra dan putri berada di tempat yang bersekat. Putra di depan. Putri di belakang. Sekat gak terlalu tinggi.)


Syaitan telah menghasutku. Tak begitu jauh, dia duduk di depanku. Saat itu aku kemakan rayuan syaitan. Aku tak henti melihat ke arahnya. Aku berpikir. Ini adalah hari terakhir aku melihatnya. Setelah ini aku tak kan pernah melihatnya lagi. aku yakin. Allah akan mengabulkan do'aku.


Aku berusaha mengalihkan pandanganku. Aku tak boleh seperti ini. Aku bisa kena laknat Allah. Ini zina mata.


Namun, agaknya syaitan tak pernah henti menghasutku. Tak apalah. Setelah ini langsung istighfar. Pasti Allah mengampuni…


Aku lulus dari SMU. Aku masuk di universitas. Aku keterima di pertanian. Kudengar orang aneh itu juga mendaftar di fakultas pertanian. Namun, dia tidak keterima. Apakah ini tandanya allah mengabulkan do'aku?


Kukira dengan jauh dengannya aku bisa melupakannya. Ternyata tebakanku salah. Semakin hari aku semakin tersiksa dengan perasaan itu. Terlebih dia sudah menjadi "pribadi yang lain" dalam diriku. Betapa sulitnya menghilangkan dia dari pikiranku. Aku hanya menyimpan perasaan ini dalam hatiku. Orang tak ada yang tahu. Bahkan, teman dekatku sendiri.


Aku seperti orang yang tak waras. Setiap aku pergi ke satu tempat. Aku selalu mengamati setiap sisi jalan. Berharap dia ada. Fuih… gilakah aku? Kalaupun aku bertemu lagi dengannya. Apa aku akan melihatnya terus? Paling ini hanya sekilas saja. Sekali lagi, aku tahu agama. Lantas apa mungkin aku akan menyapanya? Tak mungkin.


Tiga tahun aku masih menyimpan perasaan itu. Aku juga tak pernah bertemu dengannya. Meski secara tak sengaja.


Inginku membuangnya jauh dari pikiranku. Aku harus melupakannya. Dia memang sama denganku. Tapi, kita beda. Aku punya prinsip. Setiap kesalahan yang kulakukan selalu kukaitkan dengan agama untuk merubahnya. Sementara, tidak dengan dia. Terlebih dia tak lancar baca al-qur'an. Bagaimana dia bisa membimbingku?


Kita memang sama-sama suka tidur, tak pernah memperhatikan guru. Tapi, aku berbuat demikian karena beralasan. Sementara apakah dia seperti itu?


Dia yang kutahu adalah orang yang tak punya semangat untuk berkarya. Itu sama sekali bukan aku.


Tapi... aku takut. Jika satu saat nanti aku bertemu dengannya. Aku mendapatkan dia yang sempoyongan mengurus hidupnya. Sementara aku berkibar dengan karirku. Tegakah aku meninggalkannya?


Aku bimbang. Bagaimana ini?


Aku harus melupakannya. Dia tak pantas untukku. Jika aku bersama dia, itu artinya aku harus mulai dari awal lagi untuk merentas karirku. Karena aku harus sibuk memacu semangatnya untuk maju.


Tekadku bulat. Aku harus bisa menghilangkan dia dari pikiranku. Aku tak perlu mengkhawatirkannya. Dia pasti bisa mengatur hidupnya sendiri. Karena kemungkinan kita bersatu kecil. Terlebih, aku tahu. Latar belakang kita beda. Dan tak bisa disamakan...


Alhamdulillah... dengan kesibukanku yang lumayan padat. Lambat laun, aku mulai melupakannya. Hingga aku sadar…


Aku sudah tak menyimpan perasaan itu lagi…


Meski dia memang tak pernah hilang dari pikiranku.


Dulu aku pernah punya cita-cita. Kalaupun aku mencintai seseorang. Sebisa mungkin itu hanya sekali. Dan akan aku perjuangkan itu untuk menjaganya...


Tapi, ada Allah Sang Maha Pencipta... Dia-lah yang pantas untuk mendapatkan cinta seperti itu. Cinta dengan manusia adalah sebuah naluri. Banyak orang bilang 1st luv adalah cinta yang dalam yang tidak pernah bisa dilupakan. Tak salah memang. Namun, alangkah bijak hati kita untuk tidak mendewakannya. Selalulah kita tatkala diserang virus cinta, kita memvertikalkan dengan Allah. Dan yakinlah... ada sesuatu yang lebih indah untuk kita nantinya. Dengan begitu, insya Allah kita akan selamat...








Tidak ada komentar: